Prosedur dan Akibat Hukum Menikah dengan Warga Negara Asing

Oleh: Yudistira Adipratama, S.H., LL.M. dan Dinda Roossa Prasetya, S.H.

Tanggal: 15 November 2023

 

Perkawinan antara warga negara Indonesia (“WNI”) dengan warga negara asing (“WNA”) disebut dengan perkawinan campuran. Perkawinan campuran berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) didefinisikan sebagai perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Perkawinan campuran yang dilakukan di Indonesia tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi masing-masing pihak telah dipenuhi. Hal ini berarti, hukum perkawinan berdasarkan hukum negara asal WNA tersebut juga telah harus dipenuhi sebelum dapat dilangsungkannya perkawinan di Indonesia. Untuk membuktikan syarat tersebut telah dipenuhi, maka perlu adanya surat keterangan bahwa syarat-syarat telah dipenuhi yang dikeluarkan oleh yang berwenang untuk mencatat perkawinan di negara asal masing-masing pihak.

 

Prosedur Menikah dengan WNA

Perkawinan dengan WNA dilakukan dengan prosedur yang sama dengan perkawinan antar WNI, yakni berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“PP Perkawinan”). Adapun prosedur tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Pemberitahuan secara lisan atau tertulis kepada pencatat perkawinan setempat, paling lambat 10 hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan.
  2. Penelitian oleh pegawai pencatat perkawinan terkait terpenuhinya syarat perkawinan.
  3. Pengumuman oleh pegawai pencatat perkawinan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat umum untuk mengetahui dan mengajukan keberatan atas perkawinan, apabila bertentangan dengan hukum agama yang bersangkutan, atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  4. Pelaksanaan perkawinan berdasarkan tata cara yang ditentukan dalam agama dan kepercayaan para pihak dan dilaksanakan di hadapan pegawai pencatat perkawinan dan dua orang saksi.

 

Akibat Hukum Menikah dengan WNA

Terdapat beberapa akibat hukum dari dilangsungkannya pernikahan antara WNI dengan WNA, salah satunya adalah adanya kemungkinan hilangnya kewarganegaraan Indonesia dari WNI tersebut. Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, perempuan WNI yang melangsungkan perkawinan dengan laki-laki WNA akan kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesianya jika menurut hukum negara asal suaminya kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat dari perkawinan tersebut. Hal yang serupa juga berlaku bagi laki-laki WNI yang menikah dengan perempuan WNA dengan ketentuan kewarganegaraan serupa. Adapun yang dapat dilakukan agar dapat tetap menjadi WNI adalah dengan mengajukan surat pernyataan keinginan kepada pejabat dibidang kewarganegaraan atau perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan atau laki-laki tersebut. Namun pengajuan tersebut tidak dapat dilakukan apabila akan mengakibatkan kewarganegaraan ganda.

 

Akibat hukum lain yang dapat terjadi adalah tidak dapatnya WNI tersebut untuk memiliki tanah hak milik apabila dalam perkawinan tersebut terjadi percampuran harta. Pasal 42 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) mengatur bahwa WNA hanya dapat memiliki tanah dengan hak pakai. Kemudian berdasarkan Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Sehingga, tanah hak milik yang diterima WNI selama perkawinan juga merupakan harta WNA dan sebaliknya. Adapun agar hal tersebut tidak terjadi, dapat dibuat perjanjian perkawinan terkait pemisahan harta antara WNI dan WNA tersebut. Namun, perlu dicatat bahwa dalam hal demikian, harta bawaan seperti hadiah atau warisan tidak termasuk dalam harta bersama, sehingga tanah hak milik yang merupakan harta bawaan tersebut tetap dapat dimiliki oleh WNI tanpa perlu adanya perjanjian pisah harta.

 

Demikian adalah prosedur dan akibat hukum menikah dengan WNA. Perkawinan antara WNI dan WNA merupakan perkawinan campuran yang tunduk pada hukum yang berlainan dan untuk pelaksanaannya harus terbukti bahwa syarat perkawinan dari masing-masing pihak telah terpenuhi. Prosedur perkawinannya sendiri memiliki tahapan yang sama dengan perkawinan antara WNI. Namun terdapat beberapa akibat hukum yang dapat terjadi apabila perkawinan campuran tersebut dilakukan. Akibat hukum tersebut meliputi adanya kemungkinan kehilangan kewarganegaraan Indonesia dan kehilangan hak untuk memiliki tanah hak milik.

We are ready.
Chat with us
Free Consultation
Powered by