Legalisasi Penandatanganan Kontrak dengan Pihak Asing

Oleh: Yudistira Adipratama, S.H., LL.M., dan Nabila, S.H.

Tanggal: 29 Mei 2024

 

Legalisasi penandatanganan kontrak dengan pihak asing dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu melalui pelayanan apostille dan tanda tangan elektronik (“e-sign“). Pelayanan apostille di Indonesia berlaku dengan diratifikasinya Convention Abolishing the Requirement of Legalisation for Foreign Public Documents (Konvensi Penghapusan Persyaratan Legalisasi terhadap Dokumen Publik Asing) (“Konvensi Apostille“) melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2021 (“Perpres No. 2/2021“). Sementara itu, penggunaan e-sign telah disahkan melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berikut seluruh perubahan-perubahannya (“UU ITE“). Adapun perbedaan antara legalisasi penandatanganan kontrak dengan pihak asing melalui apostille dan e-sign dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

 

Apostille E-Sign
Pengertian Legalisasi apostille adalah tindakan untuk mengesahkan tanda tangan pejabat, pengesahan cap, dan/atau segel resmi dalam dokumen yang dimohonkan berdasarkan verifikasi. Tanda tangan elektronik (e-sign) adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
Dasar Hukum 1.    Perpres No. 2/2021;

2.    Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2022 tentang Layanan Legalisasi Apostille Pada Dokumen Publik (“Permenkumham No. 6/2022“);

3.    Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.02/2022 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak atas Layanan Legalisasi Apostille pada Dokumen Publik yang Berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (“PMK No. 101/2022“);

4.    Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-01.AH.03.01 Tahun 2022 tentang Daftar Jenis Dokumen Layanan Legalisasi Apostille pada Dokumen Publik (“Kepmenkumham No. M.HH/2022“).

1.     UU ITE;

2.     Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (“PP No. 71/2019“);

3.     Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik (“Permenkominfo No. 11/2022“);

Jenis Dokumen Dokumen publik Seluruh jenis dokumen, baik dokumen publik maupun dokumen yang dibuat dibawah tangan
Penggunaan Apostille dilakukan terhadap dokumen yang diterbitkan di wilayah Indonesia dan akan dipergunakan di wilayah negara lain yang menjadi negara anggota Konvensi Apostille, yang dapat dilihat disini. E-sign dapat dilakukan terhadap dokumen yang diterbitkan dan juga akan dipergunakan di wilayah Indonesia, namun salah satu pihak berada di luar wilayah Indonesia.

 

Prosedur legalisasi penandatanganan kontrak dengan pihak asing melalui pelayanan apostille diatur berdasarkan Permenkumham No. 6/2022. Sebelum dapat dilakukan apostille, suatu kontrak atau perjanjian dengan pihak asing yang dibuat dibawah tangan harus dilakukan waarmerking terlebih dahulu oleh notaris agar menjadi dokumen publik. Jenis dokumen yang dapat dilakukan apostille dapat dilihat pada Pasal 2 ayat (3) Permenkumham No. 6/2022 dan Kepmenkumham No. M.HH/2022. Adapun legalisasi melalui apostille terdiri atas beberapa tahapan, yaitu: (i) permohonan melalui website (https://apostille.ahu.go.id/); (ii) verifikasi oleh Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (“Dirjen AHU“); (iii) pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (“PNBP“) sebesar Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah); dan (iv) perolehan sertifikat apostille. Setelah memperoleh sertifikat apostille, maka dokumen tersebut secara sah dapat dipergunakan di wilayah negara lain yang menjadi negara anggota Konvensi Apostille.

 

E-sign memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagaimana diatur pada Pasal 11 UU ITE. Adapun salah satu persyaratan tersebut yaitu terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penandatangannya dan terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penanda tangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik yang terkait. Sehubungan dengan hal tersebut, pembuatan dan verifikasi e-sign dapat dilakukan dengan menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikat Elektronik (“PSrE“) agar e-sign tersebut memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum. PSrE adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit sertifikat elektronik. Adapun yang dimaksud dengan sertifikat elektronik yaitu sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat e-sign dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh PSrE. PSrE diatur lebih lanjut berdasarkan PP No. 71/2019 dan Permenkominfo No. 11/2022.

 

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa legalisasi penandatanganan kontrak dengan pihak asing dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu melalui pelayanan apostille dan e-sign. Legalisasi penandatanganan dokumen melalui apostille dapat dilakukan dalam hal dokumen tersebut akan dipergunakan di luar wilayah Indonesia yang menjadi negara anggota Konvensi Apostille, sementara penandatanganan dokumen melalui e-sign dapat dilakukan dalam hal dokumen tersebut diterbitkan dan akan dipergunakan di wilayah Indonesia, namun salah satu pihak berada di luar wilayah Indonesia. Dokumen yang dapat dilakukan legalisasi melalui apostille yaitu hanya dokumen publik, sementara e-sign dapat dilakukan terhadap seluruh jenis dokumen baik dokumen publik maupun dokumen yang dibuat dibawah tangan. Pada pelayanan apostille, setelah pemohon memperoleh sertifikat apostille terhadap dokumen yang dimohonkan, selanjutnya dokumen tersebut berlaku dan diakui secara hukum di negara-negara anggota Konvensi Apostille. Sementara, e-sign memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagaimana diatur pada Pasal 11 UU ITE yang diantaranya yaitu verifikasi e-sign dengan menggunakan jasa PSrE.

We are ready.
Chat with us
Free Consultation
Powered by