Tag: Pidana Korporasi

Oleh: Valentino Revol Korompis, S.H., M.Kn. dan Dinda Roossa Prasetya, S.H.

Tanggal: 6 November 2023

 

Beberapa ketentuan pidana sebagaimana dimuat dalam peraturan yang ada, kini telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya Undang-Undang No. 17/2023 tentang Kesehatan (“Omnibus Law Kesehatan”). Ketentuan pidana tersebut diatur pada Pasal 427 sampai dengan Pasal 448 Omnibus Law Kesehatan. Adapun salah satu undang-undang yang dicabut dengan adanya Omnibus Law Kesehatan adalah Undang-Undang No. 36/2009 tentang Kesehatan (“UU 36/2009”). UU 36/2009 tersebut mengatur salah satunya mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang kesehatan, yakni pada Pasal 201.

 

Sanksi pidana terhadap korporasi diperluas dalam Omnibus Law Kesehatan. Kini subjek yang bertanggung jawab atas pidana yang dikenakan terhadap korporasi tidak lagi hanya meliputi korporasi dan pengurus. Omnibus Law Kesehatan mengatur bahwa korporasi, pengurus dalam kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali, dan/atau pemilik manfaat korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana. Selain itu, Omnibus Law Kesehatan juga mengubah besaran denda yang dapat dikenakan terhadap korporasi dengan besaran denda Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk tindak pidana yang diancam penjara di bawah 7 (tujuh tahun), Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk tindak pidana yang diancam pidana penjara 7 (tujuh) – 15 (lima belas) tahun, dan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun. Sanksi tambahan bagi korporasi juga berubah dengan adanya Omnibus Law Kesehatan, sekarang sanksi tambahan yang dapat dikenakan terhadap korporasi meliputi pembayaran ganti rugi, pencabutan izin tertentu, dan/atau penutupan tempat usaha atau kegiatan korporasi.

 

Omnibus Law Kesehatan juga memperkenalkan beberapa ketentuan baru yang sebelumnya tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan di Indonesia. Ketentuan tersebut adalah persyaratan pertanggungjawaban pidana korporasi dan pengenaan ketentuan pidana kepada korporasi. Berdasarkan Pasal 447 Ayat (3) Omnibus Law Kesehatan, korporasi baru dapat dimintai pertanggungjawaban pidana ketika tindak pidana dilakukan untuk dan/atau atas nama korporasi jika perbuatan tersebut termasuk dalam ruang lingkup usahanya sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi korporasi. Pidana juga baru dapat dijatuhkan kepada korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan untuk memenuhi maksud dan tujuan korporasi, diterima sebagai kebijakan korporasi, dan/atau digunakan untuk menguntungkan korporasi secara melawan hukum.

 

Dengan disahkannya Omnibus Law Kesehatan, berlaku ketentuan baru dalam pidana korporasi di bidang kesehatan. Ketentuan pidana tersebut mencabut dan menggantikan ketentuan pidana yang sebelumnya diatur dalam UU 36/2009. Perubahan dari UU 36/2009 ke Omnibus Law Kesehatan di bidang pidana korporasi meliputi penambahan subjek yang dapat dimintakan pertanggungjawaban, perubahan nominal sanksi denda, dan perubahan bentuk sanksi pidana tambahan. Ketentuan dalam Omnibus Law Kesehatan tersebut tidak hanya mengubah, namun juga menambahkan ketentuan baru bagi pidana korporasi di bidang kesehatan. Berdasarkan Omnibus Law Kesehatan, korporasi baru dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana apabila tindakan tersebut termasuk ruang lingkup usaha korporasi.

We are ready.
Chat with us
Free Consultation
Powered by