Tag: Pidana Denda

Oleh: Yudistira Adipratama, S.H., LL.M. dan Dinda Roossa Prasetya, S.H.

Tanggal: 27 September 2023

 

Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) memiliki beberapa terobosan baru, yakni adanya kategorisasi denda dan penggantian denda dalam bentuk pidana kerja sosial dan pidana pengawasan. Ketentuan-ketentuan ini baru akan berlaku tiga tahun setelah diundangkan atau pada tanggal 2 Januari 2026. Sampai dengan tanggal berlakunya KUHP tersebut, untuk saat ini masih digunakan ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 jo. Undang-Undang No. 73 Tahun 1958 tentang Peraturan Hukum Pidana yang berasal dari Wetboek van Strafrecht voor Nederlands Indie (“WvS”).

 

Besaran pidana denda yang dapat dikenakan terhadap suatu tindak pidana kini dipisahkan ke dalam delapan kategori, masing-masing dengan nominal yang berbeda. Pengkategorian tersebut ditujukan agar mempermudah amandemen dalam hal nominal tersebut menjadi tidak relevan dengan kondisi ekonomi Indonesia. Sebelumnya, nominal denda diatur dalam tiap-tiap pasal WvS. Dengan demikian, apabila akan terjadi perubahan nominal denda, maka seluruh pasal WvS harus diamandemen. Dengan adanya pengkategorian ini, maka perubahan nominal tersebut dapat diakomodir dengan mengamandemen Pasal 79 (1) KUHP melalui peraturan pemerintah. Kategori berdasarkan maksimal pidana denda menurut Pasal 79 (1) KUHP adalah sebagai berikut:

  • Kategori I, Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah);
  • Kategori II, Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
  • Kategori III, Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
  • Kategori IV, Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
  • Kategori V, Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
  • Kategori VI, Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
  • Kategori VII, Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan
  • Kategori VIII, Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

 

KUHP juga memperkenalkan metode baru dalam penggantian pidana denda, yakni pidana pengawasan pengganti dan pidana kerja sosial pengganti. Berdasarkan ketentuan Pasal 82 KUHP, dalam hal penyitaan dan pelelangan kekayaan atau pendapatan terpidana tidak cukup untuk membayar denda, maka untuk denda yang tidak melebihi kategori II dapat digantikan dengan pidana penjara, pengawasan, maupun kerja sosial pengganti. Pidana pengawasan merupakan pembinaan di luar lembaga atau di luar penjara, yang serupa dengan pidana penjara bersyarat dalam WvS. Sedangkan, pidana kerja sosial dapat dilakukan di rumah sakit, rumah panti asuhan, panti lansia, sekolah, atau lembaga sosial lainnya dengan menyesuaikan pada profesi terpidana. Dalam perhitungan lamanya pidana pengganti, untuk setiap pidana denda Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) atau kurang, diseimbangkan dengan satu jam pidana kerja sosial atau satu hari pidana pengawasan/penjara pengganti.

 

Dengan berlakunya KUHP, maka akan berlaku ketentuan mengenai kategorisasi denda dan penggantian denda dalam bentuk pidana kerja sosial dan pidana pengawasan. Pengenalan kategorisasi denda dalam KUHP ditujukan untuk mempermudah amandemen dalam hal diperlukan adanya penyesuaian nominal dengan kondisi ekonomi Indonesia. Disamping pengenaan pidana penjara sebagai pengganti denda, KUHP juga memperkenalkan penggantian pidana denda dalam bentuk pidana pengawasan pengganti dan pidana kerja sosial pengganti sebagai alternatif dari pidana penjara.

We are ready.
Chat with us
Free Consultation
Powered by