Tag: OSS

Oleh: Fajar Pambudi
Tanggal: 1 Agustus 2019

 

Dalam dunia usaha, penciptaan mekanisme pengurusan izin usaha yang sederhana, bersih dan transparan merupakan sebuah syarat utama agar investasi terus bertumbuh di dalam suatu Negara. Indonesia, sebagai salah satu Negara yang kegiatan investasinya terus bertumbuh dari tahun ke tahun, mau tidak mau harus mengikuti perkembangan dunia usaha agar pertumbuhan ekonominya tidak ketinggalan dengan negara lain, ini penting untuk dilakukan mengingat salah satu faktor penentu pertumbuhan ekonomi ialah peningkatan jumlah investasi.

Setelah melalui pembahasan yang panjang, akhirnya pada pertengahan tahun 2018 Pemerintah Indonesia menemukan sebuah solusi : menerbitkan kebijakan Online Single Submission atauOSS, dalam bahasa Indonesia disebut sebagai Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. OSS adalah sistem perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur atau bupati/wali kota kepada pelaku usaha dengan sistem elektronik yang terintegrasi. Kebijakan ini diambil oleh Pemerintah Indonesia guna mengatasi rumitnya pengurusan izin usaha dan memutus panjangnya rantai birokasi yang selalu memakan waktu lama. OSS pun juga memiliki payung hukumnya sendiri sebab penerbitannya menggunakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (“PP 24/2018”).

OSS resmi dirilis oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 8 Juli 2018, diharapkan dengan adanya OSS para pelaku usaha di seluruh penjuru Indonesia tidak perlu repot lagi dalam mengurus izin usaha dan komersialnya ke Pemerintah Pusat maupun Daerah karena semua pengurusan dilaksanakan melalui sistem portal elektronik OSS. Semua jenis bentuk usaha, baik itu Persekutuan Perdata, Persekutuan Komanditer (“CV”) hingga Perseroan Terbatas dapat menggunakan sistem portal OSS untuk mengurus izin usahanya masing-masing. Namun, hal penting yang perlu diketahui di sini, ada beberapa jenis pengurusan usaha yang dikecualikan dari OSS yaitu izin-izin di sektor jasa keuangan, pertambangan, minyak dan gas dan energi sumber daya mineral. Perizinan di jasa keuangan berada di bawah kendali Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) sedangkan perizinan pada bidang pertambangan, minyak dan gas serta energi sumber daya mineral tetap merupakan tanggung jawab dari Kementerian terkait, dalam hal ini adalah Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (“ESDM”).        

Nomor Induk Berusaha

Setelah OSS diluncurkan, ada satu izin baru yang berlaku di Indonesia, tidak lain tidak bukan adalah Nomor Induk Berusaha atau NIB, NIB menjadi tonggak baru dalam simplifikasi perizinan sebab NIB berfungsi untuk menggantikan beberapa izin sebelumnya seperti Surat Izin Usaha Perdagangan (“SIUP”), Tanda Daftar Perusahaan (“TDP”), Angka Pengenal Impor (“API”), dan memberikan akses kepabeanan bilamana pelaku usaha menjalankan bisnis sebagai eksportir maupun importir. Dengan adanya NIB, pelaku usaha sangat dimudahkan dalam pengurusan izin usaha awal yang diperlukan untuk pendirian badan usaha atau badan hukum karena SIUP, TDP, API dan kepabeanan telah terintegrasi ke dalam satu izin, yakni NIB. Hal penting yang perlu diketahui di sini, kewenangan untuk menerbitkan NIB ada di tangan lembaga OSS.

Setelah NIB didapatkan, Lembaga OSS bisa langsung menerbitkan izin usaha. Hal ini berbeda dengan mekanisme penerbitan izin-izin sebelumnya, di mana persyaratan pendahuluan harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum izin dikeluarkan, Namun demikian, setelah izin keluar pelaku usaha wajib memenuhi komitmen yang tertera di dalam izin, komitmen ini harus dipenuhi dengan tenggat waktu berbeda-beda, tergantung dari jenis izinnya. Apabila tenggat waktu berakhir dan komitmen belum dipenuhi maka izin yang telah dikeluarkan akan secara otomartis dibatalkan oleh sistem, contoh izin dengan pemenuhan komitmen ialah Izin Lokasi, Izin Lingkungan dan Izin Mendirikan Bangunan (“IMB”).

Untuk mendapatkan pelayanan perizinan sistem OSS, pelaku usaha dapat datang ke kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (“BKPM”) karena saat ini operasional pelayanan OSS telah berpindah dari Kementerian Koordinator (“Kemenko”) bidang Perekonomian Republik Indonesia ke BKPM, efektif sejak 2 Januari 2019. Akan tetapi, perpindahan layanan operasional ini tentu menghadirkan suatu tantangan baru, yakni penyambungan basis data Pelayanan Terpadu Satu Pintu (“PTSP”) di daerah dengan data OSS, mengingat BKPM membawahi layanan PTSP yang ada di seluruh daerah Indonesia. Risiko seperti missmatch data cepat atau lambat pasti akan muncul di lapangan, inilah pekerjaan rumah besar bagi BKPM untuk menyinkronkan kedua data-data tersebut agar sesuai satu sama lain, jika pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan baik maka peringkat Ease of Doing Business (“EODB”) Indonesia juga ikut naik karena salah satu faktor penentu EODB ialah kepastian berusaha, dalam konteks ini, indikatornya dapat dilihat dari kesesuaiaan data perizinan yang ada di BKPM.   

Pengaruh OSS terhadap pelaku usaha di Indonesia

Pada dasarnya, NIB yang dikeluarkan Lembaga OSS kepada pelaku usaha berguna untuk mengidentifikasi golongan pelaku usaha itu sendiri, apakah termasuk perseorangan atau non-perseorangan. Dalam halaman portal OSS, pelaku usaha akan disebut sebagai non-perorangan apabila berbentuk PT, CV, Koperasi, Firma, Persekuatan Perdata, Perusahaan Umum atau Perusahaan Umum Daerah, sedangkan pelaku usaha perorangan akan terlihat bilamana sewaktu pendaftaran NIB maupun Izin Usaha, menggunakan NIK dan NPWP pribadinya.

            Aspek lain OSS yang penting untuk diketahui adalah kategorisasi bidang usaha. Sebagaimana Penulis ketahui bahwa OSS menggunakan KBLI 2017 dalam pemilihan kode bidang usahanya, KBLI 2017 sendiri muncul berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik No.19 Tahun 2017 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (“Perka BPS 19/2017”), padahal Sistem Administrasi Badan Hukum (“SABH”) Kemenkumham belum menggunakan KBLI 2017. Mengingat adanya kondisi tersebut, pelaku usaha harus tahu terlebih dahulu dengan kode KBLI yang tercantum di dalam akta dan dokumen usahanya, apakah telah sesuai KBLI 2017 atau belum. Jika belum, maka Lembaga OSS memberikan waktu 1 (satu) tahun bagi para pelaku usaha untuk menyesuaikan kode usaha berdasarkan KBLI 2017, sebab akses OSS hanya bisa digunakan oleh pelaku usaha yang sudah menggunakan kode KBLI 2017.   

Bagi pelaku usaha di kawasan, khususnya di dalam Kawasan Ekonomi Khusus (“KEK”) pelaku usaha bisa mendapatkan berbagai fasilitas, sebagai contoh pengurangan pajak penghasilan (“PPh’) badan/tax holiday, pemberian fasilitas perpajakan/tax allowance, kemudahan kepabeanan dan cukai, lalu lintas barang hingga pertanahan. Apabila di luar KEK, pelaku usaha hanya mendapat kemudahan dalam berusaha tanpa insentif khusus, misal jika pelaku usaha ingin mendapatkan Izin Lokasi, maka syarat pelengkapnya cukup Rencana Detail Tata Ruang saja, namun pelaku usaha tidak akan mendapat tax holiday atas perolehan tanah tersebut karena berada di luar wilayah KEK, di sini kemudahan yang ditemukan hanya sebatas pemberian izin usaha.

Ketiga poin di atas, menurut hemat Penulis sudah cukup menjadi alasan kuat mengapa kebijakan OSS harus diikuti oleh seluruh pelaku usaha di Indonesia. Sejatinya pelaku usaha justru dimudahkan dengan adanya OSS seperti manfaat multiganda apabila pelaku usaha memiliki NIB, pemberian insentif lebih oleh Pemerintah jika pelaku usaha memiliki usaha di KEK serta berbagai kemudahan dalam mendapatkan izin usaha awal. Munculnya OSS sebaiknya memang harus diapresiasi sebab semangat OSS adalah untuk menyederhanakan proses perizinan, mempercepat pelayanan birokrasi dan bahkan pelaku usaha bisa melaporkan atau memberikan keluhan di sistem portal OSS jika terdapat petugas yang melakukan tindakan abuse of power. Semua kemajuan tersebut akhirnya akan bermuara pada satu tujuan : meningkatkan peringkat EODB Indonesia.

We are ready.
Chat with us
Free Consultation
Powered by